Kisah Ringeeng Ayangk, Sanggar Tari yang Jadi Pembuktian Perempuan Dayak Benuaq
Kutai Barat, Kaltim – Pada tahun 2022 lalu, Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat menggelar ajang Monaq Ringeeng Sendawar. Ajang yang mirip Abang None di DKI Jakarta ini bertujuan menjaring bakat-bakat muda.
Pesertanya pun berasal dari 16 kecamatan yang ada di kabupaten berjuluk Tanaa Purai Ngeriman itu. Nurvia Minati Ribka pun mendaftar hingga akhir tampil sebagai finalis.
Tak disangka perempuan cantik dari Suku Dayak Benuaq ini terpilih sebagai Ringeeng Sendawar. Sejak itu dia mengemban tugas sebagai Ringeeng, tak hanya mempromosikan wisata, namun juga budaya dan kearifan lokal.
Namun ada tantangan tersendiri di luar tugasnya sebagai Ringeeng sebagai aksi nyata untuk lingkungan sekitarnya. Tantangan itu datang dari PT Bharinto Ekatama dalam mengembangkan budaya.
Nurvia pun memilih membentuk sanggar tari di Kampung Muara Bomboy dengan nama Ringeeng Ayangk. Para pelajar diajak di kampung tersebut untuk ikut latihan menari dan melestarikan tarian tradisional Suku Dayak Benuaq.
“Kebetulan saya adalah penari dan pemain musik daerah jadi tugas yang di berikan kepada saya adalah membuat sanggar tari,” ujar Nurvia, Minggu (19/1/2025).
Perlahan tapi pasti Nurvia kemudian mengajak para pelajar di kampungnya untuk bergabung. Dengan peralatan dan aksesoris seadanya, mereka berlatih di depan rumah.
“Pada saat itu juga alat musik yang kami butuhkan juga tidak lengkap serta alat-alat peraga tari seperti gantar, tongkat, seraung juga belum ada,” kenang Nurvia.
Jelang dua tahun, Ringeeng Ayangk tetap eksis. Bahkan sanggar tari ini menjadi langganan perusahan pertambangan batu bara di Kabupaten Kutai Barat untuk mengisi ragam kegiatan.
Dukungan perusahaan tambang batu bara lewat pembiayaan Comunity Development sangat membantu Nurvia dan sanggar tarinya untuk eksis dan berkembang. Tantangan yang diberikan kepada Nurvia kini berhasil dibuktikannya.
Pembuktian itu juga sejalan dengan komitmen PT Bharinto Ekatama untuk membantu orang-orang seperti Nurvia yang ingin mempertahankan budaya mereka.
“Contohnya di tahun 2023, saat terbentuknya kami di beri bantuan sebesar Rp30 juta untuk kelengkapan alat tari dan juga pakaian tari dan operasional,” katanya sumringah.
Apa yang dilakukan Nurvia memang luar biasa. Tak banyak yang bisa berbuat nyata seperti yang dilakukan wanita cantik ini.
Community Development Head PT Bharinto Ekatama, Kristinawati, mengakui hal itu. Perusahaannya menantang para finalis ajang pemilihan putra-putri berbakat di bidang budaya ini.
“Sayangnya setelah pemilihan selesai, mereka tidak pernah lagi berkonsultasi dengan kami. Tahun 2022 itu, hanya ada satu Ringeng yang membuat sebuah sanggar tari yaitu sanggar tari Ringeeng Ayangk dari Kecamatan Damai,” kata Kristinawati.
Padahal tantangan yang diberikan sesuai minat para finalis di setiap tahunnya. Seperti Nurvia yang merupakan penari, maka di Kampung Muara Bomboy tempat tinggalnya, dia mendapat tantangan membentuk sanggar tari.
Setelah berjalan 2 tahun, Sanggar Tari Ringeeng Ayangk tetap eksis sampai sekarang. Selain memberikan bantuan pembinaan, peralatan, hingga biaya operasional, PT Bharinto Ekatama juga mengajak ke berbagai event yang mengenalkan budaya.
“Kalau ada event-event dari PT Bharinto Ekatama, mereka-mereka ini lah yang kita pakai. Juga ketika ada undangan kami ke Jakarta atau pun ke mana, mereka pasti di bawa sebagai salah satu upaya pelestarian kita terhadap budaya lokal,” ujar Kristinawati.