Peneliti : Ekosistem Gambut dan Mangrove Kunci Pemenuhan Target Pengurangan Emisi di Asia Tenggara

Gambut
Sumber :

Penelitian yang baru saja diterbitkan di Jurnal Nature Communications ini, melibatkan peneliti dari Nanyang University Singapura, James Cook University Australia, Nanyang Technological University Singapura, Queensland University Australia, Institut Pertanian Bogor, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kehutanan, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) serta beberapa peneliti lain.

Anggaran Diblokir, Tapi IKN Tetap Dibangun

Ekosistem Vital untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan lahan gambut tropis dan hutan mangrove terluas di dunia. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim yang juga salah satu kontributor dalam penelitian ini, Haruni Krisnawati menyebutkan, kedua ekosistem tersebut memiliki karakteristik fisik dan ekologi yang serupa. Terutama, tanahnya yang jenuh air serta terbatasnya oksigen dalam jangka waktu yang lama. "Kondisi ini menyebabkan berkurangnya tingkat dekomposisi bahan organik, sehingga ekosistem ini menjadi penyerap karbon paling efektif di Bumi, menyimpan sejumlah besar karbon di tanah mereka," sebut Haruni .

Yayasan Arsari dan Otorita IKN akan Menambah Pulau Suaka Orangutan di Teluk Balikpapan

Selain itu, lebih dari 90% cadangan karbon di kedua lahan basah ini tersimpan di tanah, bukan pada berbagai tumbuhan (vegetasi) di atasnya. Artinya, sebagian besar karbon yang tersimpan bersifat “irrecoverable” atau rentan terhadap pelepasan karbon akibat aktivitas manusia dan jika hilang tidak mudah untuk dipulihkan.

Dengan karakteristiknya tersebut, baik lahan gambut maupun mangrove menjadi ekosistem penyerap karbon yang paling efisien di dunia dan menjadi solusi alami yang penting untuk memitigasi perubahan iklim serta membantu negara-negara mencapai target nol karbon. “Namun ketika lahan gambut dan mangrove terganggu, biasanya karena alih fungsi lahan, mereka akan melepas karbon dalam jumlah besar ke atmosfer,” terang Sigit yang juga memimpin jalannya penelitian ini.

Labuan Cermin, Destinasi Wisata Danau dan Hutan di Kabupaten Berau

Nisa Novita, salah satu penulis artikel dan Senior Manager Karbon Kehutanan dan Iklim YKAN mengatakan, melestarikan lahan gambut dan mangrove yang masih tersisa serta merestorasi ekosistem lahan basah yang terdegradasi merupakan solusi iklim alami yang hemat biaya yang dapat membantu mencapai target komitmen iklim dalam kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution-NDC) oleh negara-negara di Asia Tenggara.

“Hal ini khususnya berlaku untuk Indonesia, di mana potensi mitigasi dari konservasi dan pemulihan lahan basah saja dapat melampaui target pengurangan emisi negara tersebut untuk tahun 2030 dalam skenario mitigasi tanpa syarat,” terang Nisa.

Halaman Selanjutnya
img_title