Orang Utan Morio Melawan Kepunahan: Habitat Rusak, Hutan Menyempit, dan Kelaparan Mengintai

Simpang Perdau
Sumber :

Awal Perjalanan di Jalur Perdau

Menjelang Ramadan 2025, tim Kaltim.viva.id memutuskan menyusuri jalur Perdau yang berdentum oleh suara mesin tak henti. Tambang batu bara mencabik-cabik alam di kedua sisinya, menyisakan barisan pohon yang kini tak lebih dari topeng tipis untuk menyembunyikan kehancuran.

“Kami datang karena cerita mereka viral—tertangkap kamera di tambang, kebun sawit, bahkan kampung warga,” kata Riani, jurnalis media daring nasional yang bergabung dengan kami.

Di tengah perjalanan, sebuah pohon bergoyang tanpa sebab. Dari balik daun, seekor orang utan betina muncul, menggendong anaknya erat.

Dengan gerakan cepat, ia melompat antar dahan, menjauh dari kami. Jaraknya dari jalan hanya lima meter—terlalu dekat untuk primata yang seharusnya bersemayam di dalam hutan lebat, satwa yang dikenal sebagai Pongo pygmaeus morio.

Tak lama setelah pertemuan pertama, kami melangkah perlahan di tepi jalan. Hanya 20 meter dari situ, satu individu lain muncul, berayun lincah di dahan. Sore itu, tiga orang utan dan banyak sarang kami temukan—bukti rapuh bahwa mereka masih bertahan, meski terdesak.

“Lewat sini pagi atau sore, pasti ketemu,” kata Ahmad, pedagang bakso yang berhenti sejenak saat melihat kami memotret. “Kadang siang juga bisa,” tambahnya.