P3HI Kritik Kembalinya Eks Terpidana di Kotabaru Menjadi Advokat

P3HI
Sumber :

Kotabaru – Perkumpulan Pengacara dan Penasihat Hukum Indonesia (P3HI) menyampaikan kekhawatiran atas munculnya kembali seorang mantan narapidana di Kotabaru, Kalimantan Selatan, yang kembali aktif sebagai advokat. Wakil Ketua Dewan Kehormatan dan Kode Etik P3HI, Abdul Rahman Suhu, menegaskan bahwa orang yang pernah menjalani hukuman dengan ancaman pidana penjara di atas lima tahun tidak seharusnya kembali menjalankan profesi tersebut.

Orang yang dimaksud adalah M Hafidz Halim, eks narapidana kasus pemalsuan surat magang, yang kini diduga telah aktif kembali menjadi advokat. Sebab ada prosedur yang cacat saat pengangkatan atau pengambilan sumpah advokat kembali dilakukan.

Rahman menilai, jika Polres dan Pengadilan Negeri (PN) tetap menerbitkan dokumen legalitas seperti SKCK dan surat keterangan tidak pernah dihukum, maka dapat dianggap sebagai bentuk kelalaian serius. Prosedur penyumpahan kembali terhadap eks narapidana tersebut dinilainya menyimpang dari ketentuan formal dan aturan hukum.

“Berarti, baik Polres maupun PN itu sudah kecolongan,” ucap Abdul Rahman.

Ia menjabarkan, salah satu syarat utama untuk bisa mengikuti proses sumpah advokat adalah adanya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang menyatakan calon berkelakuan baik dan tujuannya untuk keperluan penyumpahan. SKCK ini menjadi dasar penting untuk mengajukan surat keterangan tambahan dari pengadilan.

Surat dari pengadilan itu harus memastikan bahwa calon advokat belum pernah dihukum karena tindak pidana berat yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih. Dalam kasus yang sedang disorot ini, kata Rahman, alur tersebut seolah diabaikan begitu saja.

“Yang bersangkutan dituntut dengan Pasal 263 KUHP, ancaman hukumannya enam tahun. Jelas itu tidak memenuhi syarat,” ujarnya.

Rahman kemudian merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menetapkan bahwa siapa pun yang pernah dipidana atas kejahatan berat otomatis gugur haknya untuk menjadi advokat. Keputusan ini bersifat final dan tidak bisa ditawar, apalagi jika telah inkrah.

“MHH ini BAS-nya gugur karena melanggar UU No 18 Tahun 2003,” tegas Rahman.

Ia menyayangkan jika yang bersangkutan masih tetap menangani perkara hukum setelah divonis bersalah. Menurutnya, seluruh proses hukum yang dijalankan oleh eks narapidana tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang sah.

“Semua kasus hukum yang sudah ditangani ya batal secara hukum, walaupun menang di mata hukum,” katanya.

Abdul Rahman menambahkan, P3HI saat ini memperketat proses seleksi bagi calon-calon advokat yang hendak diambil sumpah. Hanya sejumlah kecil peserta yang bisa lolos, dan itu pun setelah melalui penyaringan administratif dan etik yang ketat.

“Karena tidak ingin menginjak lumpur kedua kalinya,” katanya.

Sebagai informasi, M Hafidz Halim sebelumnya dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan Negeri Kotabaru dalam perkara pemalsuan surat magang advokat. Berdasarkan putusan Nomor 165/Pid.B/2022/PN Ktb, ia dikenakan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana maksimal enam tahun. Meski vonis akhir yang dijatuhkan hanya 10 bulan penjara.

Setelah menjalani masa hukuman dan dinyatakan bebas, Halim dikabarkan kembali menjadi advokat melalui salah satu organisasi profesi per tanggal 28 April 2025.

“Karena yang bersangkutan sudah dinyatakan gugur keadvokatannya, berdasar UU,” kata Rahman.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari organisasi advokat terkait keabsahan dokumen yang digunakan dalam pengajuan tersebut, begitu pula dari pihak bersangkutan.