Potret Kampung Long Beliu, Ekowisata Kampung Rotan untuk Pelestarian Hutan
- YKAN
Berau, Kaltim – Pulau Kalimantan adalah penghasil rotan terbesar di Indonesia. Sayangnya, industri rotan justru besar di daerah lain seperti Gresik, Lombok, dan Cirebon yang bukan penghasil rotan.
Kalimantan Timur sendiri merupakan daerah penghasil rotan terbesar kedua setelah Kalimantan Tengah. Namun bahan baku rotan yang banyak belum mampu mendongkrak ekonomi masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar hutan.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) kemudian meluncurkan ekowisata Kampung Rotan untuk Kampung Long Beliu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau pada Kamis (16/1/2024) lalu.
Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Berau, Muhammad Hendratno mengatakan, peluncuran ekowisata Kampung Rotan ini bisa menjadi langkah awal dalam membangkitkan industri rotan berbasis masyarakat. Ini juga sekaligus memberi pesan yang kuat untuk menjaga lingkungan (hutan) lestari.
”Ini terobosan, bahan baku kerajinan melimpah dan mudah di dapat sekitar kampung,” kata Hendratno.
Dia juga takjub dengan hasil perajin rotan di kampung tersebut dalam mengolah rotan. Kualitasnya sudah layak ekspor.
”Saya takjub, merinding, dan berkaca-kaca, halus sekali buatan mereka ini, standarnya sudah internasional,” katanya.
Potensi rotan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara cukup besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama mitra selama kurun waktu Agustus sampai Oktober 2024 ditemukan bahwa daerah ini memiliki 40 jenis rotan.
Dari temuan tersebut, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan komersial adalah jenis Rotan Manau, Rotan Sabut, dan Rotan Sega.
Kampung Long Beliu sendiri menyambut dengan antusias kebangkitan rotan yang diinisasi pemda. Kampung ini memiliki rotan yang mudah ditemukan tidak hanya di sekitar hutan kampung seluas 4.633 m2 (SK KLHK 6259 TAHUN 2024), tetapi juga di sepanjang kawasan Sungai Gie, Sungai Kelay, dan Sungai Peteng yang mengelilingi kampung.
Awalnya rotan hanya diolah secara tradisional menjadi salah satu material bangunan, bahan kerajinan tertentu, hingga sumber pangan (umbut). Namun, semuanya berubah di penghujung tahun 2024.
Sebagai salah satu penerima insentif karbon berbasis kinerja dari Bank Dunia, Kampung Long Beliu beranjak untuk fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan.
Saat ini Long Beliu mulai fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan. Insentif dari skema Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) menggugah masyarakat untuk memaksimalkan potensi lokal mereka yang langsung berdampak pada dua hal, yaitu terjaganya hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Manajer Senior Program Terestrial YKAN Niel Makinuddin mengatakan rotan adalah alternatif penghidupan yang potensial. Terlebih, jika dikelola secara profesonal dan berkelanjutan.
“Dari umbut hingga batang, semua bisa dimanfaatkan,” ujar Niel dalam kesempatan terpisah.
Niel juga menjelaskan bahwa keberlanjutan rotan dapat menyelamatkan hutan. Sebab rotan bisa tumbuh dan memiliki kualitas baik jika ada tegakan pohon sebagai tempat merambat. Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung akan semakin bertanggung jawab menjaga tegakan pepohonan di hutan tempat merambatnya rotan yang mereka budayakan tersebut.
Secara historis, masyarakat Kalimantan memiliki ikatan kultural yang sangat kuat dengan rotan. Khususnya Suku Dayak dan Suku Kutai yang perkakas hariannya mayoritas terbuat dari rotan.
YKAN melalui strategi Konservasi Hutan oleh Masyarakat mendorong pengembangan industri rotan ini dengan peningkatan kapasitas dan fasilitasi para pemangku kepentingan terkait.
“Kami meyakini bahwa meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dengan cara berkelanjutan, bisa menjaga hutan secara berkepanjangan,” ujar Niel.